MERDEKA BELAJAR MENURUT KI HAJAR DEWANTARA

Ki Hajar Dewantara menyampaikan bahwa mendidik dan mengajar adalah proses memanusiakan manusia, sehingga harus memerdekakan manusia dan segala aspek kehidupan baik secara fisik, mental, maupun spiritual. Hal positif yang bisa diterapkan di kelas/sekolah sesuai dengan budaya Sulawesi Utara yang sifatnya peduli terhadap sesama  oleh seorang tokoh Sam Ratulangi adalah manusia hidup untuk menghidupkan orang lain. Dr Gerungan Saul Samuel Jacob Ratulangi atau dikenal dengan Sam Ratulangi lahir di Tondano, Sulawesi Utara, 5 November 1890 dan meninggal di Jakarta pada tanggal 30 Juni 1949 pada umur 58 tahun.  Sam Ratulangi adalah seorang aktivis kemerdekaan Indonesia dari Sulawesi Utara. Ia adalah seorang pahlawan nasional Indonesia. Sam Ratulangi juga sering disebut sebagai tokoh multi dimensional. Ia dikenal dengan filsafatnya ‘Si Tou Timou Tumou Tou’ yang artinya ‘manusia hidup untuk menghidupkan orang.

Sama dengan filosofi pemikiran Ki Hajar Dewantara dalam pengembangan budi pekerti  yaitu olah cipta, olah karya, olah karsa, dan olah raga yang terpadu menjadi satu kesatuan. Hal-hal positif pemikiran Ki Harjar Dewantara yaitu:

  1. Prinsip kepemimpinan sebagai seorang guru yaitu:
    • Ing ngarso sung tuladho. Maka orang tua atau guru sebagai suri tauladan anak dan siswa
    • Ing madya mangun karso, yang di tengah memberikan semangat ataupun ideide yang mendukung
    • Tut wuri handayani, yang di belakangan memberikan motivasi
  2. Sistem pendidikan yang dilakukan menggunakan sistem among atau Among Methode artinya guru itu menjaga, membina dan mendidik anak dengan kasih sayang.

3. Tri pusat pendidikan yaitu yang mewarnai peserta didik adalah keluarga, sekolah dan masyarakat.

4. Asas-asas dalam pendidikan ada 5 yaitu:

  1. Asas Kemerdekaan
  2. Asas Kodrat Alam
  3. Asas Kebudayaan
  4. Asas Kebangsaan
  5. Asas Kemanusiaan

Bapak Pendidikan Indonesia, Ki Hadjar Dewantara, berulang kali menekankan apa yang disebutnya ‘kemerdekaan dalam belajar’. Dari berbagai literatur dari gagasan beliau bermula menolak praktik pendidikan yang mengandalkan kekerasan dan berjuang menyebarkan konsep pendidikan ala “Taman Siswa.”  Anggota Majelis Luhur Taman Siswa, Ki Priyo Dwiyarso, menjelaskan, makna kemerdekaan belajar yang diusung Ki Hadjar Dewantara yakni bagaimana membentuk manusia harus dimulai dari mengembangkan bakat yang dimiliki oleh siswa.  “Jadi yang mempunyai kehendak itu adalah siswanya, bukan pamong atau gurunya, atau dosennya, yang memaksakan dengan cara kamu harus menjadi kuning, merah atau hijau sesuai kemauan guru atau dosennya. 

Gagasan Tut Wuri Handayani Tut Wuri Handayani berarti mendorong dan menguatkan. Namun, menurut Ki Priyo, cara mendorong dan memberi kekuatan belajar tidak boleh sembarangan. Rentang kendali harus tetap ada, agar asa menjadi manusia tetap terjaga. Menurut Ki Priyo, bakat menjadi arah bagi pendidik. Guru harus memperhatikan apa yang dapat dikembangkan dari anak didiknya. Guru harus cermat dalam menelisik kebutuhan siswa, mana yang harus didorong, dan apa yang harus dikuatkan guna memenuhi kebutuhan pengembangan bakat, maka siswa harus merasa merdeka. Konsep itu yang dibawa Ki Hadjar Dewantara bagi bangsa ini dengan harapan tak digerus perkembangan zaman. Angka tidak boleh menjadi tolak ukur dalam pengembangan bakat. Kurikulum jangan dijadikan alat untuk menjajah anak didik. Terjajahnya anak didik dalam kurikulum, malah membunuh pengembangan.  Apa yang dimaksud pikiran terjajah? Artinya terjajah intelektualisme. Ki Hadjar anti intelektualisme. Beliau tidak suka orang yang terlalu intelek tapi mengabaikan karakter. Artinya belajar itu hanya menonjolkan kognitifnya saja. Tapi afeksinya, rasanya, kadang-kadang hilang. Pendidikan karakter dalam membangun bakat semakin terasa penting dan tak boleh tersingkirkan. Karakter merupakan kunci utama dalam membangun setiap insan pendidikan. Guru bisa mengukur kemampuan anak didiknya dengan cara yang lebih deskriptif.  

Ki Hadjar Dewantara sangat memperhatikan bakat dan minat anak dalam belajar. Ki Hadjar Dewantara tak pernah mematok anak didiknya di kelas kelak akan menjadi apa. Ki Hadjar Dewantara memerdekakan anaknya saat belajar apapun, berdasarkan bakat mereka. Bekal itulah yang harus dibawa anak Indonesia untuk berdaulat atas dirinya sendiri. Belajar merdeka dipercaya pula dalam membawa Indonesia sebagai negara yang maju. Indikator negara maju dapat dilihat dari kemampuan lulusan akademiknya dalam membuka lapangan kerja. Hal ini belum menjadi dasar berpikir anak negeri, karena luput dari arti belajar merdeka ala Ki Hadjar Dewantara. Saat ini, lulusan Indonesia baru mampu menjangkau angka 2% dalam urusan membuka lapangan kerja. Padahal, idealnya untuk dikatakan sebagai negara maju, harus ada 4 % dari lulusan Indonesia yang mampu membuka lapangan kerja. Kita itu tidak mencetak lulusan untuk sekadar menjadi buruh, menjadi tenaga kapitalis, menjadi tenaga industri, atau sekedar menjadi pegawai negeri, maka belajar harus membawa mereka merdeka dalam arti sesungguhnya, menjadi pribadi yang kreatif dan mampu berinovasi sesuai visi dan misi sekolah kami. (KSP SMA Katolik Theodours Kotamobagu, Sr. Elisabeth Sri Utami, OSU, M.Pd)